Selasa, 09 Maret 2010

Bagaimanakah Firaun Tutankhamun Mati


Cetak E-mail

Jakarta (ANTARA News) - Beranda Museum Mesir dikerubuti para jurnalis dari berbagai penjuru dunia, Rabu (17/2). Mereka, sebut Nevine El-Aref dari Al-Ahram, berusaha dengan putus asa mengintip mumi orangtua dan nenek dari salah satu firaun terkenal, Raja Tutankhamun.
Setelah 88 tahun penemuan makam Tutankhamun, misteri dinasti ke 18, salah satu keluarga yang paling berpengaruh pada masa Kerajaan Baru di Mesir, akhirnya terungkap juga.
"Periode Amarna seperti sebuah drama tanpa akhir. Kita tahu permulaanya tetapi tidak pernah berhasil menemukan akhir ceritanya," kata Zahi Hawass, Sekretaris Jenderal Dewan Tinggi Situs Kepurbakalan Mesir SCA) dalam jumpa pers di Museum Mesir.
"Sekarang dengan teknologi ilmu pengetahuan modern dan analisis DNA terhadap lima mumi keluarga kerajaan dari era Kerajaan Baru itu, 70 persen sejarah periode Amarna mulai terbuka dan beberapa kebingungan mulai terjawab," papar pimpinan lembaga pemerintah Mesir yang bertanggungjawab terhadap benda-benda purbakala itu.
Hawass mengumumkan, mumi dari makam KV 55 di Lembah Para Raja itu, yang pada 1955 diyakini para arkeolog sebagai Samenka Re dan meninggal dunia di usia 25 tahun, ternyata adalah Akhenaten, raja yang memperkenalkan sistem monoteis di Mesir, yang meninggal dunia pada umur antara 45 sampai 55 tahun.
Uji coba DNA juga menunjukan Akhenaten sebagai ayah dari Tutankhamun, bukan saudaranya, seperti selama ini banyak diyakini para ahli.
Bukti-bukti arkeologis mendukung penemuan itu, termasuk kepingan prasasti yang disatukan Hawass pada 2008. Prasasti itu menunjukkan Tutankhamun dan istrinya Ankhesenamun duduk bersama.
Ada tulisan di kepingan batu itu yang menjelaskan Tutankhamun sebagai "putra dari darah daging Raja Tutankhaten sendiri" dan istrinya sebagai "putri dari darah daging Raja Ankhesenaten sendiri." Satu-satunya raja yang mungkin dimaksud sebagai ayah dari kedua mumi itu adalah Akhenaten.
Gaya penulisan karakter fisik pria atau perempuan dari Akhenaten, menurut Hawass, adalah bentuk ikonografi yang mengandung tampilan nyata dari Firaun.
"Menurut kepercayaan agama Amarna, Aten adalah simbol perempuan dan pria. Oleh karena itu Akhenaten mewakili bentuk pria dan perempuan," papar Hawass.
Mumi Ratu Tiye, istri Amenhotep III dan ibu dari Akhenaten, yang juga diidentifikasi sebagai 'Nyonya Tua Berambut', ditemukan di KV 35 berdampingan dengan perempuan muda yang kemudian dikenali sebagai ibu Tutankhamun.
Namanya sedang dalam proses pencarian walaupun hasil uji coba DNA menunjukan bahwa dia adalah salah satu dari lima putri Amenhotep III dan saudari Akhenaten.
"Hasil uji DNA membuktikan bahwa mumi itu bukan Nefertiti atau Merit Amoun putri Akhenaten," jelas Hawass.
Tetapi bagaimana sebenarnya Tutankhamun meninggal dunia?
Memecahkan misteri kematian Tutankhamun di usia muda, SCA mengembangkan studi sains komprehensif pada mumi Tutankhamun dan 11 mumi lainnya di tahun 2005.
Ahli Mesir, radiolog, ahli anatomi, patologis, dan pakar forensik berusaha menjelaskan 1.700 hasil foto pindai mumi Tutankhamun dan akhirnya menyimpulkan bahwa raja muda yang meninggal pada usia 19 tahun itu, tidak dibunuh dengan cara dipukul di bagian belakang kepalanya seperti selama ini dicurigai.
Tidak ada bukti yang menunjukan bekas pukulan. Dua potongan tulang yang terlepas di bagian tengkorak bukan disebabkan oleh cedera sebelum kematian karena tulang-tulang itu melekat dalam bahan-bahan pembalseman.
Setelah memasang potongan-potongan tulang leher dan tulang foramen magnum, tim peneliti menyimpulkan terlepasnya tulang itu terjadi pada proses pembalseman atau ketika tim Howard Carter pada 1922 berusaha membuka topeng emas yang ditempel di muka sang mumi.
Tim ini mempunyai teori bahwa retak di bagian belakang tulang kepala mumi adalah saluran untuk memasukan cairan balsem ke tengkorak. Dua lapisan bahan pembalseman dengan tingkat masa jenis yang berbeda yang ditemukan di organ itu memperkuat keyakinan tim.
Studi tim itu juga menunjukan adanya patahan pada tulang paha kiri, yang mengarah pada kesimpulan bahwa sang raja mengalami patah tulang beberapa hari sebelum meninggal dunia.
Sekarang dengan bantuan dari tim ahli yang sama dan antropolog kesehatan dari Jerman, penyebab kematian Tutankhamun bisa diketahui.
Sang Firaun meninggal karena Malaria Tropika dan Patogen.
"Sayangnya kematiannya karena Malaria. Bahkan untuk sekarang kita tidak punya obat yang manjur untuk penyakit itu," kata Carsten Pusch pakar paleogenetik dari Universitas Tebingen.
Tim itu menyimpulkan bahwa patah tulang yang mendera raja muda itu mengakibatkan kondisinya saat itu semakin kritis.
"Ia bukanlah seorang Firaun yang agung atau pemimpin yang kuat, (sebaliknya adalah) seorang anak muda, rapuh, dan lemah. Ia tidak bisa berjalan sendiri dan perlu orang lain atau tongkat untuk berjalan karena menderita nekrosis tulang," kata Pusch.
Keluarga Tutankhamun menderita infeksi dan cacat. Beberapa penyakit seperti Kohler Disease II, ketidakteraturan tulang, telah didiagnosis pada mumi Tutankhamun dan empat mumi lain di keluarganya.
Hasil pemindaian CTn, demikian Direktur Eksekutif Cairo-scan Centre Ashraf Selim, Tutankhamun ternyata bjuga mengidap "nekrosis dinding pembuluh darah", satu penyakit yang menyebabkan berkurangnya pasokan darah ke tulang.
"Inilah yang membuat Tutankhamun sangat rentan terhadap cedera fisik dan salah satu yang menyebabkan kaki kirinya cacat," ulas Selim.
"Penemuan itu menjawab pertanyaan mengapa ditemukan 130 tongkat bantu jalan di dalam makamnya dan mengapa dia sering digambarkan, dalam beberapa relif, sedang menembakkan panahnya sambil duduk," demikian Hawass. (*)

0 komentar:

Posting Komentar